BERPIKIR KRONOLOGIS, SINKRONIK, DIAKRONIK, RUANG DAN
WAKTU DALAM SEJARAH
A. Pengertian
Sejarah
Secara Etimologis
Sejarah berasal dari bahasa Arab yakni syajara yang berarti
terjadi, syajarah yang berarti pohon dan syajarah an-nasab yang berarti
pohon silsilah (Kuntowijoyo, 2013:1). Definisi pohon ini merujuk pada skema
silsilah keluarga raja (dinasti) pada masa lalu. Kata syajaratun kemudian
diserap ke dalam bahasa Melayu menjadi syajarah. Adapun dalam Bahasa
Indonesia disebut dengan sejarah. Sedangkan dalam bahasa Inggris, sejarah
disebut dengan history yang diserap dari bahasa Yunani yakni historia,
yang memiliki makna penyelidikan, pengumpulan, pengorganisasian, dan penyajian
informasi mengenai peristiwa masa lampau dengan manusia sebagai tokoh utamanya
(Rachmawati, 2016: 1).
Secara Terminologis
Menurut bapak sejarah Herodotus, sejarah bukan berkembang dan bergerak
lurus ke depan dengan tujuan pasti, melainkan melingkar, disebabkan oleh
keadaan manusia itu sendiri. Sementara itu, Ibnu Khaldun mendefinisikan sejarah
sebagai catatan tentang manusia dan peradabannya. Sedangkan menurut Sartono
Kartodirdjo, sejarah pada hakikatnya dibatasi oleh dua hal, yaitu sejarah dalam
arti objektif dan sejarah dalam aarti subjektif. Sejarah objektif menunjuk
kejadian atau peristiwa itu sendiri. Adapun sejarah subjektif dipengaruhi oleh
emosi dan pikiran sejarawan atau penulis sejarah tentang suatu peristiwa.
(Ratna Hapsari & M. Adil, 2016: 7).
Sedangkan menurut Murtadha Muthahhari (2002: 303-307), pengertian
sejarah didefinisikan ke dalam tiga cabang yang saling berhubungan erat: (1)
sejarah adalah cabang dari pengetahuan tentang peristiwa masa lalu dan kondisi
yang berkaitan dengan masyarakat masa lalu. (2) sejarah adalah cabang
pengetahuan tentang aturan dan tradisi yang mengatur kehidupan masyarakat di
masa lalu atas dasar tradisi. (3) sejarah digunakan untuk menunjukan filsafat
sejarah yaitu pengetahuan tentang perkembangan masyarakat dari tahap ke tahap
dan pengetahuan tentang hokum yang mengatur perubahan-perubahan tersebut.
Allan Nevin (1962: 14 dalam Ahmad Syafii Maarif, 2006: 29 dalam Aman,
2011:15), menyatakan bahwa sejarah merupakan jembatan penghubung masa silam dan
masa kini, dan sebagai petunjuk ke arah masa depan.
Seyogyanya, sejarah adalah ilmu yang menggambarkan perkembangan
masyarakat, suatu proses yang panjang. Sejarah juga merupakan kisah manusia
dengan perjuangan yang dikenal dengan kebudayaan. Memahami asal-usul
kebudayaannya, berarti memahami kenyataan dirinya dan kekiniannya. Memahami
hakekat kekiniannya berarti mampu mengambil pelajaran untuk menghadapi masa
depan. (Isjoni, 2007: 37).
Kejadian-kejadian atau perbuatan-perbuatan manusia tersebut untuk dapat
menjadi bahan kajian sejarah haruslah bersifat konkrit, dibatasi waktu dan
tempat tertentu, sebab sejarah bersifat singular atau individual mencakup
kejadian-kejadian yang bersifat unik (Wasino, 2007:2).
B. Konsep
Berpikir Sinkronis dan Diakronis
Kronologis
Secara epistemologi atau ilmu asal-usul bahasa, kronologi berasal dari
bahasa Yunani khronos yang artinya waktu, dan logos yang artinya
ilmu. Sedangkan pengertian dari konsep kronologis itu sendiri adalah ilmu yang
mempelajari peristiwa-peristiwa sejarah sesuai urutan waktu terjadinya, dari
awal hingga akhir. Sebab setiap peristiwa sejarah pastilah akan diurutkan
sesuai waktu terjadinya secara runtut dan berkesinambungan (Rachmawati, 2016:
2-3).
Sejarah mengajarkan kepada kita cara berpikir kronologis, artinya
berpikirlah secara runtut, teratur, dan berkesinambungan. Konsep kronolgis akan
memberikan kepada kita gambaran yang utuh tentang peristiwa atau perjalanan
sejarah dari tinjauan aspek tertentu. Tujuannya agar kita dapat dengan mudah
menarik manfaat dan makna dari hubungan peristiwa-peristiwa sejarah yang
terjadi. Jadi, kronologi adalah ilmu tentang waktu yang membantu untuk menyusun
peristiwa atau kejadian-kejadian sejarah sesuai urutan waktu terjadinya. Oleh
sebab itu, cara berpikir kronologis dapat mempermudah kita dalam melakukan
rekonstruksi terhadap semua peristiwa masa lalu dengan tepat (Ratna Hapsari
& M. Adil, 2016: 10).
Berpikir kronologi sangatlah penting agar terhindar dari anakronisme
sejarah. Anakronisme adalah ketidakcocokan dengan zaman tertentu. Kronologi
juga dapat membantu kita untuk membandingkan suatu peristiwa sejarah yang
terjadi di suatu tempat yang berbeda, tetapi dalam waktu yang sama. Contohnya,
pada Agustus 1945 dalam Perang Dunia II, pihak sekutu menjatuhkan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki yang mengakibatkan kekalahan Jepang. Rentetan dari
peristiwa tersebut adalah pada bulan dan tahun yang sama tersebut bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya (Badrika, 2006: 11).
Kronologi sejarah merupakan urutan peristiwa sejarah yang telah
terjadi. Kronologi dalam peristiwa sejarah dapat membantu merekonstruksi
kembali suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu secara tepat. Selain itu,
kronologi dapat membantu membandingkan kejadian sejarah dalam waktu yang sama,
tetapi di tempat berbeda yang terkait peristiwanya. Kronologi sejarah diperlukan
karena kajian sejarah terdiri atas berbagai jenis peristiwa dan bentuk yang
berbeda. Setiap peristiwa perlu diklasifikasikan berdasarkan jenis dan bentuk
peristiwanya. Peristiwa tersebut kemudian disusun secara runut berdasarkan
waktu berlangsungnya. Peristiwa tersebut disusun dari masa paling awal hingga
masa paling akhir. Tanpa konsep kronologi, penyusunan peristiwa sejarah akan
mengalami kerancuan dan dikhawatirkan peristiwa yang terjadi pada suatu masa
akan masuk pada masa atau zaman lain (Ririn Darini, 2013: 58).
Konsep berfikir kronologi juga bisa diartikan sebagai catatan kejadian
dari sebuah peristiwa yang diurutkan sesuai dengan waktu terjadinya peristiwa
tersebut. Berfikir secara kronologis dalam sejarah sangat perlu dianjurkan.
Berfikir secara kronologis atau berfikir secara urut, runtut, berkesinambungan
dan teratur dapat memberikan secara utuh tentang suatu peristiwa sejarah.
Manfaat berfikir kronologis yaitu kita dengan mudah dapat memahami dan
mengetahui makna serta manfaat sebuah peristiwa bersejarah (sumbersejarah1.blogspot.com).
Konsep kronologis juga memiliki cara berpikir seperti (1) mempelajari
kehidupan sosial secara memanjang dan berdimensi waktu, (2) memandang
masyarakat sebagai sesuatu yang terus bergerak dan memiliki hubungan kausalitas
atau sebab akibat, (3) menguraikan proses transformasi yang terus berlangsung
dari waktu ke waktu kehidupan, (4) menguraikan kehidupan masyarakat secara
dinamis, (5) digunakan dalam ilmu sejarah (idsejarah.net).
Contoh dalam penerapan konsep kronologis dalam sejarah salah satunya
mengenai penjajahan Belanda di Indonesia dilatarbelakangi oleh putusnya
hubungan dagang rempah-rempah Belanda dengan Portugis. Hal ini kemudian membuat
Belanda mencari daerah rempah-rempah baru kemudian sampai ke Indonesia. Setelah
berhasil menguasai perdagangan rempah-rempah kemudian Belanda membentuk VOC
atau kongsi dagang Belanda untuk menghindari persaingan antara pendagang
Belanda. Setelah dibentuk maka era penjajahan Belanda masa VOC terjadi dengan
beberapa hak istimewa yang dimiliki.
Kronologi meniscayakan peristiwa sejarah yang berlangsung sesuai urutan
waktunya. Oleh karena itu, sejarah harus dipahami sebagai sebuah proses, bukan
kumpulan acak peristiwa-peristiwa dengan tanggalnya. Pada awalnya, para
sejarawan hanya mengurutkan sejarah berdasarkan atas teknologi saja. Namun
seiring perkembangan teori dan teknik –teknik seperti radiokarbon yang bisa
menetapkan pertanggalan mutlak, maka mulai diklasifikasikan urutan kejadian
berdasarkan masa atau waktu, sehingga penyusunan peristiwa sejarah dari satu
zaman ke zaman lain tidak mengalami kerancuan. Contohnya kronoligis kedatangan
Spanyol dan Portugis ke Indonesia sebagai berikut ini:
a. Tahun 1511 Portugis mendarat di Malaka, dipimpin
oleh Alfonso d’Alburquerque.
b. Tahun 1512 Portugis telah berhasil menduduki
Maluku.
c. Tahun 1521 Spanyol tiba di Kepulauan Maluku di
bawah pimpinan Sebastian d’Elcano.
d. Tahun 1529 dilakukan Perjanjian Saragosa yang
berisi pembagian kekuasaan antara Portugis dan Spanyol (M. Taupan, 2010: 23).
Kronologi berarti sesuai dengan urutan waktu. Peristiwa sejarah akan
selalu berlangsung sesuai urutan waktu, sehingga peristiwa-peristiwa sejarah
tidak terjadi secara melompat-melompat urutan waktunya, atau bahkan berbalik
urutan waktunya (anakronis). Oleh sebab itu, dalam mempelajari sejarah agar
kita mendapatkan pemahaman yang baik hanya memperhatikan urutan-urutan
kejadiannya atau kronologisnya.
Kronologi sebagai ilmu dasar sejarah mempelajari tentang tarikh (sistem
kalender) yang digunakan di berbagai tempat dan berbagai zaman serta
menterjemahkan suatu sistem kalender terhadap sistem kalender lainnya. Sebagai
contoh pada zaman Hindu di wilayah nusantara menggunakan kalender Saka.
Penyesuaian kalender Saka dengan kalender Masehi dapat dilakukan dengan mudah
karena keduanya menggunakan dasar peredaran matahari. Oleh sebab itu kronologis
juga terbukti mampu membantu berpikir tentang akal pikir manusia pada zamannya
masing-masing (Mustopo, 2006: 10).
Dalam ilmu sejarah, kronologi adalah ilmu untuk menentukan waktu
terjadinya suatu peristiwa dan tempat peristiwa tersebut secara tepat
berdasarkan urutan waktu. Tujuan kronologi adalah untuk menghindari anakronisme
atau kerancuan waktu dalam sejarah. Dengan memahami konsep kronologi,
peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu dapat direkonstruksi
kembali secara tepat berdasarkan urutan waktu terjadinya. Dengan bantuan konsep
kronologi, kita juga dapat melihat kaitan sebuah peristiwa sejarah yang terjadi
di belahan bumi satu dengan peristiwa yang terjadi di belahan bumi lain.
Kronologi merupakan ilmu dasar yang sangat penting bagi ilmu sejarah, karena
ilmu ini menggambarkan proses sejarah. Sebuah kronologi dapat disusun
berdasarkan waktu terjadinya atau tahun kejadiannya (Magdalia Alfian, dkk,
2006: 16).
Salah satu cara yang baik dalam
menunjukan tatanan kronologis di mana peristiwa-peristiwa terjadi adalah
penggunaan garis waktu. Garis waktu dapat menunjukan peristiwa-peristiwa dalam
suatu hari atau satu abad. Hal ini tergantung pada skala garis tersebut. Dalam
menentukan skala garis waktu tersebut, sejarawan sering harus membagi waktu
dalam banyak cara. Kadang-kadang para sejarawan menggunakan periode waktu yang
panjang. Misalnya, masa Orde Baru adalah sebutan yang diberikan untuk suatu
periode pada akhir abad ke-20 di Indonesia. Periode tersebut merupakan masa
pemerintahan rezim Soeharto yang berkuasa antara tahun 1966-1998.
Periodisasi
Sejarah
Peristiwa masa lalu yang kompleks ada setiap masa perlu diklasifikasi
berdasarkan bentuk serta jenis peristiwa tersebut. Klasifikasi dalam ilmu
sejarah menghasilkan pembagian zaman, periode, dan babakan waktu atau masa.
Dalam periodisasi terdapat serialisasi rangkaian babakan menurut urutan zaman
sehingga dapat dikenali jiwa atau semangat setiap zaman.
Periodisasi berasal dari bahasa Yunani periode, yang berarti
babak, masa, atau zaman. Periodisasi adalah pengelompokkan peristiwa sejarah ke
dalam suatu babak, masa, zaman, atau periode tertentu berdasarkan ciri-ciri
yang sama. Periodisasi merupakan konsep penting dalam mempelajari sejarah,
karena akan mempermudah kita memahami setiap peristiwa sejarah. Tanpa
periodisasi tentu akan kesulitan memahami berbagai peristiwa sejarah yang
pernah terjadi di Indonesia, bahkan dunia. Menurut Kuntowijoyo (2008:20),
“periodisasi adalah hasil pemikiran komparatif antara satu periode dengan
periode lainnya setelah sejarawan melihat ciri khas suatu kurun sejarah.
Selebihnya sejarawan juga menandai adanya perubahan penting yang terjadi antara
periode sejarah satu dengan periode sejarah lainnya”. Sebagai contoh
periodisasi sejarah Indonesia adalah pembagian masa, yaitu Masa Praaksara, Masa
Hindu-Budha, Masa Islam, dan seterusnya (Rachmawati, 2013: 5).
Periodisasi atau pembabakan waktu ini adalah salah satu proses
pembagian waktu dalam sejarah berdasarkan zaman atau periode. Penulisan sejarah
disusun berdasarkan dimensi waktu, ruang, dan tema tertentu. Untuk menentukan
struktur waktu, perlu disusun periodisasi atau pembabakan waktu berdasarkan
kriterian tertentu. Melalui periodisasi, kisah peristiwa sejarah yang ditulis
sejarawan dan para peminat sejarah ditempatkan dalam babakan waktu. Dengan
demikian kisah sejarah mudah dipahami para pembaca secara kronologis.
Periodisasi sejarah yagn sampai sekarang masih besar pengaruhnya ialah
periodisasi sejarah yang disusun oleh Cellarius (1653-1707), seorang sejarawan
Jerman yang membagi sejarah atas tiga periode, yaitu zaman kuno, mabad
pertengahan, dan zaman baru (Herimanto & Eko Targiyatmi, 2017: 45).
Periodisasi dapat didefinisikan sebagai pembabakan waktu yang berurutan
sesuai kejadian. Periodisasi juga dapat dipahami sebagai salah satu proses
strukturisasi waktu dalam sejarah dengan pembagian atas beberapa babak, zaman,
atau periode. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang begitu banyak dibagi-bagi
dan dikelompokkan menurut sifat, unit, atau bentuk sehingga membentuk satu
kesatuan waktu tertentu. Periodisasi atau pembagian babakan waktu merupakan
inti cerita sejarah (Ririn Darini, dkk, 2013: 61). Periodisasi dibuat dengan
tujuan agar dapat diketahui ciri khas atau karakteristik kehidupan manusia
sehingga mudah dipahami. Melalui periodisasi dapat diketahui perkembangan
kehidupan manusia, kesinambungan antara periode yang satu dan periode berikutnya,
terjadinya fenomena yang berulang, dan perubahan dari periode awal sampai
periode berikutnya.
Konsep teoritis tentang periodisasi sejara Indonesia pernah dibahas
dalam Seminar Sejarah Nasional I tahun 1957. Diketahui bahwa pembabakan masa
dalam periodisasi disusun dengan menggunakan dasar; (1) perkembangan peradaban,
(2) Segi kebudayaan, (3) Agama yang masuk di Indonesia. Soekanto dalam seminar
tersebut berpendapat bahwa periodisasi hendaknya disusun berdasarkan
ketatanegaraan, artinya bersifat politik. Menurut Sartono Kartodirdjo, dasar
periodisasi sejarag adalah derajat integrasi yang tercapai di Indonesia pada
masa lampau.
Cerita sejarah yang ditulis dengan menempatkan skenario peristiwa sejarah
dalam setting pembabakan waktu akan memudahkan pembaca untuk mengetahui
peristiwa sejarah secara kronologis. Adapun tujuan pembabakan waktu dalam
periodisasi sejarah adalah; (1) Melakukan penyerdehanaan, (2) Memudahkan
klasifikasi dalam ilmu sejarah, (3) Mengetahui peristiwa sejarah secara
kronologis, (4) Memenuhi persyaratan sistematika ilmu pengetahuan.
Periodisasi dalam penulisan sejarah tergantung pada jenis penulisan
sejarah yang akan dilakukan. Periodisasi dapat dilakukan berdasarkan perkembangan
politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, dan agama. Berdasarkan perkembangan
politik, periodisasi dapat dilakukan berdasarkan raja-raja yang memerintah di
suatu daerah, seperti Kesultanan Yogyakarta. Berdasarkan perkembangan sosial
ekonomi, periodisasi dapat dilakukan dengan pembagian sejarah berdasarkan
sistem mata pencaharian seperti Masa Berburu dan Meramu, diikuti Masa Bercocok
Tanam, sampai hidup Masa Menetap, dan seterusnya (Magdalia Alfian, 2006: 15).
Periodisasi adalah pembagian atau pembabakan peristiwa-peristiwa masa
lampau yang sangat panjang menjadi beberapa zaman. Dalam kenyataan sejarah yang
sebenarnya, tidak dikenal adanya periodisasi sejarah. Karena pada hakikatnya
peristiwa-peristiwa sejarah saling berkesinambungan satu dengan yang lainnya
dan tidak terputus dalam suatu periodisasi. Penyusunan periodiasi bertujuan
untuk; (1) Memudahkan mempelajari sejarah, karena peristiwa sejarah begitu
panjang, oleh sebab itu dapat dikelompokkan, disederhanakan, dan diringkas
menjadi beberapa periode sehingga memudahkan memahami sejarah, (2) Memahami
peristiwa-peristiwa sejarah secara kronologis, sebab harus dikelompokkan dan
disusun berdasarkan waktu terjadinya, sehingga memudahkan pembaca memahami
kronologi sejarah yagn panjang dalm periode-periode yang saling berkaitan
(Habib Mustopo, 2006: 10).
Periodisasi merupakan pembagian zaman atau periode/masa berdasarkan
ciri-ciri budaya yagn kuat. Tujuan para ahli sejarah menyusun periodisasi
adalah untuk mempermudah pemahaman dan pembahasan sejarah manusia, mengingat
masa sejarah terlalu panjang untuk diceritakan rentang waktunya. Periodisasi
dilakukan pada seluruh peristiwa sejarah di dunia. Hal ini dimaksud agar
peristiwa-peristiwa yang banyak terjadi bisa dengan mudah dikelompokkan
berdasarkan ciri-ciri budayanya (M Taupan, 2010: 24).
Kronik Sejarah
Kronik adalah catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya. Meski
penulis kronik memperoleh informasi secara bervariasi, beberapa kronik ditulis
dari pengetahuan pelaku, beberapa dari saksi atau peserta dalam peristiwa, atau
melalui mulut ke mulut. Beberapa bahan-bahan tertulis adalah piagam, surat,
atau karya-karya penulis sejarah sebelumnya. Yang lain berupa cerita tentang
asal-usul yang tidak diketahui sehingga memiliki status mitos. Penyalin kronik juga
berpengaruh dalam hal penyalinan kreatif, dengan melakukan koreksi, memperbarui
atau melanjutkan sebuah kronik dengan informasi yang dulunya tidak tersedia
bagi penulis asli. Salah satu contoh kronik di Indonesia adalah Kronik Revolusi
Indonesia yang disusun oleh Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Subagyo Toer dan
Ediati Kamil (wikipedia.com).
Kronik merupakan fakta kronologis
yang memberikan bahan kepada para peneliti untuk mendapat penafsiran yang
saling berhubungan. Kronik dalam hal ini adalah daftar angka tahun dengan
pernyataan peristiwa. Sejarawan akan mendapat sumber sejarah, seperti prasasti,
naskah, rekaman, fosil, artefak, alat batu, patung yang akan diteliti secara
ilmiah dengan menggunakan alat dan bahan kimia tertentu untuk menentukan keasliannya.
Diakronik
Pengertian diakronik adalah suatu yang melintas, melalui, dan melampaui
dalam dalam batasan waktu. Pengertian Diakronik dalam peristiwa sejarah,
sesuatu yang melintas, melalui, atau melampaui tersebut adalah peristiwa atau
kejadian. Diakronik memiliki beberapa ciri-ciri diantaranya; (1) Memanjang,
berdimensi waktu, (2) Terus bergerak, hubungan kuasalitas, (3) Bersifat
naratif, berproses dan bertransformasi, (4) Bersifat dinamis, (5) Lebih
menekankan pada proses durasi, (6) Digunakan dalam ilmu sejarah (sumberpengertian.co).
Diakronis berkenaan dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat
perkembangan sepanjang waktu dan bersifat historis (KBBI Online).
Diakronik berasal dari bahasa Latin, dari kata dia dan chronos.
Dia artinya melalui dan chronos artinya waktu. Model diakronik
lebih mengutamakan dimensi waktu dengan sedikit memperhatikan keluasan ruang.
Model diakronik digunakan dalam ilmu sejarah sehingga pembahasan tentang suatu
gerak dalam waktu dari kejadian-kejadian yang konkret menjadi tujuan utama
sejarah. Dengan demikian, model diakronik merupakan model yang dinamis, artinya
memandang peristiwa dalam sebuah transformasi atau gerak sepanjang waktu. Topik
sejarah yang diakronik, misalnya sejarah Kerajaan Kutai (abad IV-XIV) seajarah
Kerajaan Mataram Kuno (abad VIII-X). Judul-judul tersebut sengaja diberi
penanda waktu, semata-mata untuk menunjukan sifatnya yang diakronik, yakni
lebih mengutamakan dimensi waktu (Ririn Darini, 2013: 58).
Konsep berpikir diakronik dalam
sejarah bertujuan untuk melihat perubahan yagn terjadi dalam proses
perkembangan peristiwa (Rachmawati, 2016: 3). Berpikir diakronik dalam sejarah
artinya berpikir mengenai peristiwa sejarah secara menyeluruh dalam runtutan
waktu yang panjang, tetapi terbatas pada ruang. Berpikir diakronis mementingkan
proses suatu peristiwa sejarah. Sebagaimana kita ketahui bahwa sejarah
merupakan suatu kumpulan peristiwa. Setiap peristiwa yang terjadi tersebut
dibatasi waktu. Tujuan konsep berpikir diakronik adalah untuk melihat perubahan
yang terjadi dalam proses perkembangan peristiwa sejarah tersebut.
Diakronik secara etimologis berarti sesuatu yang melintas, melalui, dan
melampaui dalam batasan waktu. Jika dikaitkan dengan sejarah, sesuatu yang
dapat melintas, melalui, melampaui tersebut adalah peristiwa atau kejadian.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sejarah merupakan kumpulan peristiwa.
Setiap peristiwa yang terjadi tersebut dibatasi oleh waktu. Contohnya:
a. Masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk berlangsung
antara tahun 1350-1389.
b. Perang Diponegoro (Perang Jawa) berlangsung antara
tahun 1825-1830.
c. Penjajahan Jepang di Indonesia berlangsung antara
tahyn 1942-1945.
d. Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang,
Jawa Barat, pada 8 Maret 1942.
Belajar sejarah dapat mendorong seseorang membuat
konsep mengenai kehidupannya dalam perjalanan waktu. Banyak peristiwa sejarah
yang dapat kita terapkan dengan konsep berpikir diakronik dan sinkronik.
Melalui interprestasi yang kritis maka kita akan dapat merekonstruksi peristiwa
sejarah secara maksimal tingkat kebenarannya. Sehingga akan dapat memberikan
sebuah nilai sebagai pembelajaran pada masyarakat di masa sekarang untuk menuju
masa depan yang lebih baik. Penerapan berpikir diakronis merupakan cara
berpikir khas sejarah dengan memanjang dalam waktu dan mementingkan proses
terjadinya sebuah peristiwa. Misalnya keberadaan pemerintahan demokrasi liberal
1950-1959. Materi demokrasi liberal dapat diuraikan secara memanjang dengan
menguraikan secara kronologis pembentukan pemerintahan demokrasi liberal, jatuh
bangun kabinet hingga dikeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959 yang mengakhiri
keberadaan sistem demokrasi liberal.
Secara kronologis, demokrasi liberal dibentuk pada tahun 1950 sesudah pengembalian
mandat RIS kepada NKRI. Demokrasi liberal sebagai system politik menganut
system kepartaian yang multi partai, dimana presiden menunjuk seorang warga
negara untuk membentuk cabinet lewat persetujuan partai-partai, dan kemudian
menjalankan pemerintahan yang bertanggung jawab kepada parlemen. Apabila
seorang perdana menteri kehilangan dukungannya di parlemen akibat suatu
peristiwa, maka perdana menteri mengembalikan mandatnya kepada presiden dan
presiden berkewajiban menunjuk kembali seorang warga negara untuk membentuk
cabinet yang baru. Karena persaingan yang terjadi antara partai politik,
akibatnya pada masa demokrasi liberal terjadi jatuh bangun kabinet yang
melahirkan ketidakstabilan politik (modul-sman78jkt.sch.id).
a. Kronologi Pertempuran Ambarawa (20
Oktober – 15 Desember 1945)
1) Tentara
Sekutu yang diboncengi NICA mendarat di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945.
2) Tanggal
23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah terjadi tembak-menembak
antara para pejuang kemerdekaan dengan pasukan Sekutu.
3) Kolonel
Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar pada
tanggal 11 Desember 1945.
4) Serangan
mulai dilancarkan pada tanggal 12 Desember 1945 pukul 4.30 pagi.
5) Pertempuran
berakhir pada tanggal 15 Desember 1945 dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa.
Sekutu dibuat mundur ke Semarang.
b. Kronologi Pertempuran Surabaya (27
Oktober – 20 November 1945)
1) Tentara
Inggris bersama NICA mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945.
2) Setelah
insiden perobekan bagian biru bendera Belanda, pada tanggal 27 Oktober 1945
meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris.
3) Gencatan
senjata antara pihak Indonesia dengan pihak tentara Inggris ditandatangani pada
tanggal 29 Oktober 1945.
4) Setelah
gencatan senjata, bentrokan-bentrokan tetap saja terjadi sampai berpuncak pada
terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa
Timur) pada tanggal 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30.
5) Pengganti
Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum pada
10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan
menghentikan perlawanan.
6) Ultimatum
itu tidak dihiraukan. Pada tanggal 10 November 1945 pagi tentara Inggris
melancarkan serangan besar-besaran.
c. Kronologi Pertempuran 5 Hari di Semarang
(15 Oktober – 19 Oktober 1945)
1) Tawanan Jepang kabur pada hari Minggu, 14 Oktober
1945.
2) Tersiar kabar bahwa sumber air minum di Semarang telah
diracun. Dr Kariadi yang hendak memeriksa sumber air dibunuh oleh tentara
Jepang.
3)
Terjadi pertempuran yang berlangsung selama lima hari mulai dari 15 Oktober
1945.
d. Perang Padri (1821-1837) peristiwa penting yang
terjadi:
1)
Terjadi perang antara kaum padri
dan kaum adat, namun terjadi perjanjian perdamaian pada tanggal 15 juli 1825 di
Padang yang mengharuskan tentara Belanda ditarik ke Jawa.
2)
Pada tahun 1834 belanda
mengerahkan pasukan untuk menggempur pusat pertahanan kaum padri di bonjol.
3)
Pada tanggal 25 oktober 1837
Tuanku Imam Bonjol tertangkap dan diasingkan ke Minahasa hingga wafatnya.
e. Perang Diponegoro (1825-1830) peristiwa penting
yang terjadi:
1)
Pemerintahan kolonial
berencana membangun jalan untuk melancarkan sarana transportasi dan militer di
Yogyakarta.
2)
Pada tanggal 20 juli 1825 perang Tegalrejo dikepung oleh serdadu Belanda.
3)
Diponegoro dan pengikutnya menyusun strategi gerilya.
4)
Belanda menerapkan strategi Benteng Stelsel pada tahun 1827.
5)
Tahun 1829 Kiai Maja ditangkap.
6) Pangeran Diponegoro tertangkap di
Magelang pada 25 maret 1930.
Sinkronik
Definisi dari sinkronis dalam sejarah berarti berpikir yang meluas
dalam ruang tetapi terbatas dalam waktu. Cara bepikir sinkronis ialah dengan
memahami suatu peristiwa di suatu tempat dalam kurun waktu yang sama. Dengan
berpikir sinkronis kita dapat memahami peristiwa sejarah secara horizontal
(meluas) dengan melihat suasana yang terjadi pada suatu peristiwa bukan hanya
tahu peristiwa secara kronologi (berurutan). Ciri-ciri konsep sinkronik; (1)
Mengkaji pada masa tertentu, (2) Menitik beratkan pengkajian pada strukturnya
(karakternya), (3) Bersifat horizontal, (4) Tidak ada konsep perbandingan, (5)
Cakupan kajian lebih sempit, (7) Memiliki sistematis yang tinggi, (8) Bersifat
lebih serius dan sulit (hariansejarah.id). Berikut contoh studi kasus
penerapan konsep sinkronis.
a. Suasana di Jakarta Saat Pembacaan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Pembacaan Proklamasi pada tanggal 17
Agustus 1945 adalah peristiwa yang paling bersejarah dan paling penting bagi
bangsa Indonesia dan memiliki arti yang begitu hikmat bagi segenap bangsa
Indonesia serta menandai kelahiran baru.
b. Keadaan Ekonomi di Indonesia pada Tahun
1998
Keadaan ekonomi di Indonesia pada tahun 1998 sangatlah terpuruk.
Terjadi kerusuhan dimana-mana. Bahkan sampai presiden Soeharto mengundurkan
diri. Terdapat banyak hutang perusahaan dan negara yang jatuh tempo pada tahun
1998 yang membuat banyak perusahaan gulung tikar
c. Suasana pada saat tragedi G30S/PKI
Tragedi G30S/PKI terjadi pada tanggal 1
Oktober. Pada saat itu, terjadi penculikan dan pembunuhan 7 jendral tentara dan
beberapa orang lainnya. Soeharto pada saat itu diperintah untuk mengambil alih
tentara dan menyelamatkan Soekarno. Soekarno berhasil menuju Istana Presiden di
Bogor. Soeharto bersama pasukan yang ia pimpin berhasil mengambil kontrol semua
fasilitas yang sebelumnya direbut oleh pelaku G30S/PKI.
Contohnya,
dengan cara berpikir sinkronik, seorang peneliti kehidupan sosial masyarakat suku
Tengger misalnya, maka akan menguraikan secara meluas berbagai aspek yang
ditemukan pada masyarakat suku Tengger meliputi, aspek letak geografis, sistem
dan truktur sosial, ekonomi atau mata pencaharian, data kependudukan,
kepercayaan, dan lembaga-lembaga sosial.
C. Konsep Ruang
dan Waktu
Konsep Ruang
Sejarah
mengenal adanya dimesi spasial dan dimensi temporal. Spasial atau ruang
merupakan tempat terjadinya suatu peristiwa sejarah. Sedangkan temporal atau
waktu ini berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Sedangkan
manusia adalah subjek dan objek sejarah. Manusia sebagai pelaku dan penulis
sejarah itu sendiri. Ruang adalah konsep yang paling melekat dengan waktu.
Ruang merupakan tempat terjadinya berbagai peristiwa – peristiwa sejarah dalam
perjalanan waktu. Penelaahan suatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya tidak
dapat terlepaskan dari ruang waktu terjadinya peristiwa tersebut. Jika waktu
menitik beratkan pada aspek kapan peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang
menitikberatkan pada aspek tempat, dimana peristiwa itu terjadi.
Konsep
ruang, maksudnya tempat terjadinya peristiwa, jadi terkait dengan aspek
geografisnya. Unsur ruang ini akan menjadikan pemahaman kita tentang peristiwa
sejarah menjadi riil. (Subagyo, 2011: 14). Contohnya sejarah reformasi
Indonesia tahun 1998. Banyak sejarawan mencantumkan Jakarta sebagai tempat
terjadinya peristiwa tersebut. Demikian, keberadaan Jakarta dalam peristiwa
sejarah reformasi Indonesia sangatlah penting.
Konsep Waktu
Konsep waktu dalam sejarah mempunyai arti kelangsungan (continuity)
dan satuan atau jangka berlangsungnya perjalanan waktu (duration).
Kelangsungan waktu atas kesadaran manusia terhadap waktu dibagi menjadi tiga
dimensi, yaitu: (1) Waktu yang lalu atau the past, menyusul, (2) Waktu
sekarang atau the present, dan berlanjut, (3) Waktu yang akan datang
atau the future (infopendidikan.me).
Waktu
(dimensi temporal) memiliki dua makna, yaitu makna denotati dan konotatif.
Makna waktu secara denotatif merupakan satu-kesatuan, Yaitu detik, menit, jam,
hari, minggu, bulan, tahun, abad, dan seterusnya. Pada umumnya, berikut konsep
waktu dalam memelajari sejarah.
Konsep
waktu terbagi menjadi tiga, yaitu masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
Dalam sejarah, konsep waktu yang paling dominan adalah masa lalu. Akan tetapi,
konsep waktu pada masa lalu ini juga memengaruhi peristiwa pada masa sekarang.
Sebagai contoh, pada masa lalu Republik Indonesia memilih bentuk Negara
Kesatuan dengan pertimbangan kemajemukan sosial dan adanya ribuan pulau. Keputusan
pemerintah tetap bertahan sampai sekarang. Oleh sebab itu, keputusan pemerintah
pada masa lalu berpengaruh terhadap perkembangan negara pada masa sekarang dan
masa depan (Rachmawati, 2016: 2).
Konsep
waktu dalam sejarah meliputi dua hal, yakni (1) proses kelangsungan dari suatu
peristiwa dalam batasan waktu tertentu, (2) kesatuan kelangsungan waktu, yaitu
waktu pada masa yang lampau, sekarang, dan masa yang akan datang. Sebagai
contoh, pemerintahan Orde Baru yang mengalami kemunduran dengan peristiwa
mundurnya Presiden Soeharto dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998. Atau
contoh lain, pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno pada pukul 10.00 WIB
tanggal 17 Agustus 1945 (Ratna Hapsari & M Adil, 2017:8).
D. Rangkuman
1. Sejarah berasal dari bahasa Arab yakni syajaratun
yang berarti pohon. Definisi pohon ini merujuk pada skema silsilah keluarga
raja (dinasti) pada masa lalu. Kata syajaratun kemudian diserap ke dalam bahasa
Melayu menjadi syajarah. Menurut Sartono Kartodirdjo, sejarah pada hakikatnya
dibatasi oleh dua hal, yaitu sejarah dalam arti objektif dan sejarah dalam
aarti subjektif. Sejarah objektif menunjuk kejadian atau peristiwa itu sendiri.
Adapun sejarah subjektif dipengaruhi oleh emosi dan pikiran sejarawan atau
penulis sejarah tentang suatu peristiwa.
2. Kronologi berasal dari Bahasa Yunani
choronos yang artinya ‘waktu’ dan logos yang artinya ‘ilmu’. Kronologi adalah
ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa sejarah sesuai dengan urutan waktu
terjadinya, dari awal hingga akhir. Setiap peristiwa sejarah akan diurutkan
sesuai waktu terjadinya secara runut dan berkesinambungan. Kronologi diperlukan
dalam sejarah agar tidak terjadi anakronisme sejarah, yakni ketidakcocokan
dengan zaman tertentu. Contohnya melihat masa lalu dengan menggunakan
perspektif atau sudut pandang masa kini.
3. Periodisasi adalah pengelompokkan
peristiwa-peristiwa sejarah ke dalam suatu babak, masa, zaman, atau periode
tertentu berdasarkan cir-ciri yang sama. Periodisasi merupakan konsep penting
dalam sejarah. Karena akan mempermudah memahami setiap peristiwa sejarah yang
terjadi. Sementara itu kata kronik adalah catatan rentetan peristiwa yang
disusun sesuai urutan kejadiannya.
4. Diakronik berasal dari bahasa Yunani dia yang
berarti ‘melampaui’ dan chronos yang artinya ‘waktu’. Berpikir diakronik dalam
sejarah artinya berpikir mengenai peristiwa sejarah secara menyeluruh dalam
runtutan waktu yang Panjang, tetapi terbatas pada ruang. Berpikir diakrnonis
mementingkan proses suatu peristiwa sejarah.
5. Sinkronik berasal dari kata syn yang artinya
‘dengan’ atau ‘bersama’, dan chronos yang artinya ‘waktu’. Berpikir sinkronik
artinya mempelajari sejarah dalam kurun waktu tertentu, tetapi dengan ruang
lingkup yang lebih luas.
6. Konsep ruang dalam sejarah berkaitan dengan lokasi
atau tempat terjadinya suatu peristiwa sejarah. Konsep ruang dalam sejarah
menyebabkan adanya pembagian sejarah, misalnya sejarah local, sejarah nasional,
dan sejarah internasional. Jika menggunakan konsep ruang, akan dapat menganalisis
dan membandingkan pola kehidupan di suatu daerah, termasuk pola piker dan pola
perilaku masyarakatnya.
7. Sedangkan konsep waktu terbagi menjadi
tiga, yaitu masa lalu (past), masa sekarang (present), dan masa depan (future).
Dalam sejarah, konsep waktu yang paling dominan adalah masa lalu. Akan tetapi
konsep masa lalu ini juga memengaruhi peristiwa-peristiwa di masa sekarang dan
masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Magdalia, dkk. 2007. Sejarah
untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta. Penerbit Erlangga
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran
Sejarah. Yogyakarta : Ombak
Anonym. 2012. Konsep Berpikir Diakronik
dan Sinkronik dalam Sejarah. http://www.rumahbelajar.com. Diunduh tanggal
11 April 2018.
Anonym. 2014. Makalah Tentang Konsep
Ruang, Waktu, dan Perubahan. http://www.infopendidikan.me. Diunduh tanggal
12 April 2018.
Anonym. 2014. Pengertian Konsep
Kronologis (Diakronik) Sinkronik Ruang dan Waktu dalam Sejarah.
http://www.sejarahdanwisata.com. Diunduh tanggal 10 April 2018.
Anonym. 2016. Pengertian Kronologis
(Diakronis), Sinkronik, Ruang dan Waktu. http://www.idsejarah.net. Diunduh
tanggal 12 April 2018.
Anonym. 2017. Pengertian Sinkronik dan
Diakronik Dalam Mempelajari Sejarah. http://www.sumberpengertian.co.
diunduh tanggal 12 April 2018.
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk
SMA Kelas X. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Darini, Ririn, dkk. 2013. Sejarah untuk
SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013 Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta. Penerbit
Cempaka Putih.
Hapsari, Ratna & M Adil. 2016. Sejarah
Indonesia Untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Wajib. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Hapsari, Ratna & M Adil. 2017. Sejarah
untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan (IPS). Jakarta. Penerbit Erlangga.
Hermawan & Ufi Saraswati. 2014. Sejarah
untuk SMA/MA Kelas X Peminatan Ilmu Sosial. Jakarta. Yudhistira.
0 komentar:
Posting Komentar